1. Pengantar
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah mengantarkan dunia pada pasokan sumber informasi yang sangat banyak dan tersebar luas dengan waktu yang relatif singkat. Teknologi ini merupakan teknologi jaringan yang menghubungkan komputer-komputer yang ada di seluruh dunia, sehingga komputer-komputer tersebut bisa saling berkomunikasi. Teknologi ini kita kenal dengan nama internet. Informasi yang tersebar di internet bersumber dari pribadi maupun lembaga yang secara sengaja dipublikasikan sehingga masyarakat luas dapat mengaksesnya dengan relatif cepat.
Pengaruh teknologi internet ini telah memasuki hampir semua bidang kehidupan manusia: politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan. Teknologi internet di bidang-bidang tersebut telah melahirkan konsep dan aplikasi egoverment, ecommerce, social networking, dan elearning. Tsauri (2009) menyatakan bahwa Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang cepat telah mempengaruhi perilaku dan cara pandang manusia terhadap berbagai dimensi kehidupan dan lingkungannya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup pesat perkembangan pengguna internetnya, khususnya di wilayah regional Asia Tenggara. Hasil survey Internet World Stats melaporkan Indonesia menduduki urutan ke lima pengguna internet terbanyak dari 10 negara di Asia setelah Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan (Internet World Stats). Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia sendiri menurut sumber yang sama, tercatat meningkat 11 kali lipat pada 2009 dibanding pada 2000.
Selanjutnya di bidang pendidikan, terdapat minimal 379 domain di Indonesia yang menggunakan Moodle (sumber Moodle.org).
Penggunaan internet di bidang pendidikan ini mulai populer setelah adanya konsep elearning. Wahono (2007) menyatakan bahwa elearning akan membawa pengaruh terjadinya transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) maupun sistemnya. Transformasi ini, menurut Mulyono (2008), juga terkait dengan kelemahan sistim pembelajaran konvensional (faculty teaching) yang kurang flexible dalam mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dibandingkan dengan perkembangan kemampuan pengajar. Sehingga dengan latar belakang tersebut, perkembangan konvensional mulai bergeser ke arah Student Centered Learning.
Student Centered Learning menurut Permana (2008), yang juga sering disebut Learner Centered Teaching adalah suatu paradigma atau pendekatan dalam dunia pembelajaran dan pengajaran di mana di dalamnya siswa memiliki tanggung jawab atas beberapa aktivitas penting seperti perencanaan pembelajaran, interaksi antara guru dan sesama pelajar, penelitian, dan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dikerjakan.
2. Pengertian
Menurut beberapa ahli:
a. Jaya Kumar C. Koran (2002):
Mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.
b. Dong (dalam Kamarga, 2002):
Mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
c. Soekartawi, Haryono dan Librero (2002).
“e-Learning is a generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses”
d. Rosenberg (2001):
E-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
e. Cambell dan Kamarga (2002)
Menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning.
f. Onno W. Purbo (2002):
Menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
g. Khoe Yao Tung (2000):
Mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan menjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
h. Cisco (2001):
Menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Jadi, E-Learning yang berupa Web based learning dapat diartikan sebagai bentuk pemanfaatan web/internet untuk pembelajaran. Pemanfaatan itu dapat berupa sumber bahan ajar maupun media pembelajaran. Pada perkembangannya web based learning ini sering disebut elearning (lihat di wikipedia, web based learning di-direct ke E-learning), meskipun ada yang menyebutkan elearning ini adalah electronic learning bukan internet learning.
E-learning ini, berdasarkan waktu, terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1. Synchronous berarti pada waktu yang sama interaksi terjadi antara guru dan murid melalui web. Implementasi synchronous ini adalah virtual classroom.
2. Asynchronous memberikan keleluasaan kepada murid untuk belajar kapan pun tanpa harus secara langsung pada waktu yang sama berinteraksi dengan guru. Metode asynchronous dapat berupa embedded learning, course, dan discussion groups.
E-learning ini berdasarkan lingkungannya terbagi menjadi dua macam yaitu:
1. Virtual learning environment (VLE) merupakan pengembangan ruang virtual yang sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran (tsauri28). Implementasi VLE ini ada pada Elearning 1.0.
2. Personal learning environments (PLEs), pada PLEs orientasinya lebih kepada murid atau student centered learning. PLEs ini dikembangkan dengan Elearning 2.0 yang merupakan pengaruh dari perkembangan web 2.0 (tsauri28).
3. Teknologi Pendukung
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu e-mail, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”. Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Kedua, e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan. Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya adalah system “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000). Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa system seperti, Pertama, paradigma virtual teacher resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas, sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh system belajar tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. Ketiga, paradigma cyber educational resources system, atau dot com leraning resources system. Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam internet. Penggunaan e-learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks that are tied together so that many users can share their vast resources’.
Untuk dapat menghasilkan Web based learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang Web based learning, yaitu:
1. Sederhana, Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan system Web based learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem Web based learning -nya.
2. Personal, Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya.
3. Cepat, layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
4. Pengembangan Model
Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan Web based learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu:
1. Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
2. Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
3. Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.
5. Kelebihan dan Kekurangan Web Based Learning
Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau Web based learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya
values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek social dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
6. Rujukan
Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo. 2002. E-Learning berbasis PHP dan MySQL. Penerbit Elex Media Komputindo: Jakarta
Luqman. 2010. Web Based Learning. http://luqman.myhaley.com (Online): diakses tanggal 14 November 2011
No comments:
Post a Comment