Tuesday, November 15, 2011

Web Based Learning

1.    Pengantar
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini telah mengantarkan dunia pada pasokan sumber informasi yang sangat banyak dan tersebar luas dengan waktu yang relatif singkat. Teknologi ini merupakan teknologi jaringan yang menghubungkan komputer-komputer yang ada di seluruh dunia, sehingga komputer-komputer tersebut bisa saling berkomunikasi. Teknologi ini kita kenal dengan nama internet. Informasi yang tersebar di internet bersumber dari pribadi maupun lembaga yang secara sengaja dipublikasikan sehingga masyarakat luas dapat mengaksesnya dengan relatif cepat.
Pengaruh teknologi internet ini telah memasuki hampir semua bidang kehidupan manusia: politik, ekonomi, sosial, dan pendidikan. Teknologi internet di bidang-bidang tersebut telah melahirkan konsep dan aplikasi egoverment, ecommerce, social networking, dan elearning. Tsauri (2009) menyatakan bahwa Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang cepat telah mempengaruhi perilaku dan cara pandang manusia terhadap berbagai dimensi kehidupan dan lingkungannya.
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup pesat perkembangan pengguna internetnya, khususnya di wilayah regional Asia Tenggara. Hasil survey Internet World Stats melaporkan Indonesia menduduki urutan ke lima pengguna internet terbanyak dari 10 negara di Asia setelah Cina, Jepang, India, dan Korea Selatan (Internet World Stats). Pertumbuhan pengguna internet di Indonesia sendiri menurut sumber yang sama, tercatat meningkat 11 kali lipat pada 2009 dibanding pada 2000.
Selanjutnya di bidang pendidikan, terdapat minimal 379 domain di Indonesia yang menggunakan Moodle (sumber Moodle.org).
Penggunaan internet di bidang pendidikan ini mulai populer setelah adanya konsep elearning. Wahono (2007) menyatakan bahwa elearning akan membawa pengaruh terjadinya transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) maupun sistemnya. Transformasi ini, menurut Mulyono (2008), juga terkait dengan kelemahan sistim pembelajaran konvensional (faculty teaching) yang kurang flexible dalam mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dibandingkan dengan perkembangan kemampuan pengajar. Sehingga dengan latar belakang tersebut, perkembangan konvensional mulai bergeser ke arah Student Centered Learning.
Student Centered Learning menurut Permana (2008), yang juga sering disebut Learner Centered Teaching adalah suatu paradigma atau pendekatan dalam dunia pembelajaran dan pengajaran di mana di dalamnya siswa memiliki tanggung jawab atas beberapa aktivitas penting seperti perencanaan pembelajaran, interaksi antara guru dan sesama pelajar, penelitian, dan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dikerjakan.


2.    Pengertian
Menurut beberapa ahli:
a.       Jaya Kumar C. Koran  (2002):
Mendefinisikan  e-learning  sebagai  sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau  internet) untuk menyampaikan  isi pembelajaran,  interaksi, atau bimbingan.
b.      Dong  (dalam  Kamarga,  2002):
Mendefinisikan  e-learning  sebagai  kegiatan  belajar  asynchronous melalui perangkat elektronik  komputer  yang  memperoleh  bahan  belajar  yang  sesuai  dengan kebutuhannya.
c.       Soekartawi, Haryono dan Librero (2002).
“e-Learning is a generic term  for  all  technologically  supported  learning  using  an  array  of  teaching  and learning  tools  as  phone  bridging,  audio  and  videotapes,  teleconferencing,  satellite transmissions,  and  the  more  recognized  web-based  training  or  computer  aided instruction  also  commonly  referred  to  as  online  courses”
d.      Rosenberg  (2001):
E-learning merujuk  pada  penggunaan teknologi  internet  untuk mengirimkan  serangkaian  solusi  yang  dapat meningkatkan pengetahuan  dan  keterampilan.
e.       Cambell dan Kamarga (2002)
Menekankan  penggunaan  internet  dalam  pendidikan  sebagai hakekat  e-learning.
f.       Onno W.  Purbo  (2002):
Menjelaskan  bahwa  istilah  “e” atau  singkatan  dari  elektronik  dalam  e-learning digunakan  sebagai  istilah  untuk segala teknologi yang digunakan  untuk  mendukung  usaha-usaha  pengajaran  lewat teknologi elektronik internet.
g.      Khoe Yao Tung (2000):
Mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya,  internet  akan  menjadi  suplemen  dan  komplemen  dalam  menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
h.      Cisco  (2001):
Menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, e-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua,  e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku  teks,  CD-ROM,  dan  pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat,  Kapasitas  siswa  amat bervariasi  tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin  baik  keselarasan  antar  conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.

Jadi, E-Learning yang berupa Web based learning dapat diartikan sebagai bentuk pemanfaatan web/internet untuk pembelajaran. Pemanfaatan itu dapat berupa sumber bahan ajar maupun media pembelajaran. Pada perkembangannya web based learning ini sering disebut elearning (lihat di wikipedia, web based learning di-direct ke E-learning), meskipun ada yang menyebutkan elearning ini adalah electronic learning bukan internet learning.
E-learning ini, berdasarkan waktu, terbagi menjadi dua jenis yaitu:
1.      Synchronous berarti pada waktu yang sama interaksi terjadi antara guru dan murid melalui web. Implementasi synchronous ini  adalah virtual classroom.
2.      Asynchronous memberikan keleluasaan kepada murid untuk belajar kapan pun tanpa harus secara langsung pada waktu yang sama berinteraksi dengan guru. Metode asynchronous dapat berupa embedded learning, course, dan discussion groups.
E-learning ini berdasarkan lingkungannya terbagi menjadi dua macam yaitu:
1.      Virtual learning environment (VLE) merupakan pengembangan ruang virtual yang sengaja dibuat untuk tujuan pembelajaran (tsauri28). Implementasi VLE ini ada pada Elearning 1.0.
2.      Personal learning environments (PLEs), pada PLEs orientasinya lebih kepada murid atau student centered learning. PLEs ini dikembangkan dengan Elearning 2.0 yang merupakan pengaruh dari perkembangan web 2.0 (tsauri28).

3.    Teknologi Pendukung
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar  internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu e-mail, Mailing  List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”. Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki  secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Kedua, e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus  pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi  pembelajaran  yang  menggungguli  paradikma  tradisional  dalam pelatihan. Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya  adalah  system  “dot.com  educational  system”  (Kardiawarman,  2000). Paradigma  ini  dapat mengitegrasikan  beberapa  system  seperti, Pertama,  paradigma virtual  teacher  resources,  yang  dapat  mengatasi  terbatasnya  jumlah  guru  yang berkualitas,  sehingga  siswa  tidak  haus  secara  intensif memerlukan  dukungan  guru, karena  peranan  guru  maya  (virtual  teacher)  dan  sebagian  besar  diambil  alih  oleh system belajar  tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan  pendidikan  dasar, menengah  dan  tinggi  yang  tidak memerlukan ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. Ketiga,  paradigma  cyber  educational  resources  system,  atau  dot  com  leraning  resources system.  Merupakan  pedukung  kedua  paradigma  di  atas,  dalam  membantu  akses terhadap  artikel  atau  jurnal  elektronik  yang  tersedia  secara  bebas  dan  gratis  dalam internet. Penggunaan e-learning  tidak bisa dilepaskan dengan peran  Internet. Menurut Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks  that are tied together so that many users can share their vast resources’.     
Untuk dapat menghasilkan Web based learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan  tiga  hal  yang  wajib  dipenuhi  dalam  merancang Web based learning, yaitu:
1.      Sederhana, Sistem yang sederhana akan memudahkan  peserta  didik  dalam memanfaatkan  teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan system Web based learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem Web based learning -nya.
2.      Personal, Syarat personal  berarti  pengajar  dapat  berinteraksi  dengan  baik  seperti layaknya seorang guru yang  berkomunikasi  dengan  murid  di  depan  kelas.  Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala  persoalan  yang  dihadapinya.  Hal  ini  akan  membuat  peserta didik  betah berlama-lama di depan  layar komputernya.
3.      Cepat, layanan  ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik  lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.

4.    Pengembangan Model
Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan Web based learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu:
1.    Web  course  adalah  penggunaan  internet  untuk  keperluan  pendidikan,  yang mana  peserta  didik  dan  pengajar  sepenuhnya  terpisah  dan  tidak  diperlukan  adanya tatap muka.  Seluruh  bahan  ajar,  diskusi,  konsultasi,  penugasan,  latihan,  ujian,  dan kegiatan  pembelajaran  lainnya  sepenuhnya  disampaikan  melalui  internet.  Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
2.    Web  centric  course  adalah  penggunaan  internet  yang  memadukan  antara belajar  jarak  jauh  dan  tatap  muka  (konvensional).  Sebagian  materi  disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model  ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi  pelajaran  melalui  web  yang  telah  dibuatnya.  Siswa  juga  diberikan  arahan untuk mencari  sumber  lain dari  situs-situs yang  relevan. Dalam  tatap muka, peserta didik dan pengajar  lebih banyak diskusi  tentang  temuan materi yang  telah dipelajari melalui internet tersebut.
3.    Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan  kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi  di  internet, membimbing mahasiswa mencari  dan menemukan  situs-situs yang  relevan  dengan bahan  pembelajaran,  menyajikan  materi  melalui  web  yang menarik  dan  diminati, melayani  bimbingan  dan  komunikasi  melalui  internet,  dan kecakapan lain yang diperlukan.

5.    Kelebihan dan Kekurangan Web Based Learning
Petunjuk  tentang manfaat penggunaan  internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan  jarak  jauh  (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997),  antara  lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan  saja  kegiatan  berkomunikasi  itu  dilakukan  dengan  tanpa  dibatasi  oleh  jarak, tempat  dan  waktu.  Kedua,  Guru  dan  siswa  dapat  menggunakan  bahan  ajar  atau petunjuk  belajar  yang  terstruktur  dan  terjadual melalui  internet,  sehingga  keduanya bisa  saling menilai  sampai  berapa  jauh  bahan  ajar  dipelajari.  Ketiga, Siswa  dapat belajar  atau  me-review  bahan  ajar  setiap  saat  dan  di  mana  saja  kalau  diperlukan mengingat  bahan  ajar  tersimpan  di  komputer.  Keempat,  Bila  siswa  memerlukan tambahan  informasi  yang  berkaitan  dengan  bahan  yang  dipelajarinya,  ia  dapat melakukan  akses  di  internet  secara  lebih mudah. Kelima, Baik  guru maupun  siswa dapat melakukan  diskusi melalui  internet  yang  dapat  diikuti  dengan  jumlah  peserta yang banyak,  sehingga menambah  ilmu pengetahuan dan wawasan yang  lebih  luas. Keenam, Berubahnya peran  siswa dari yang biasanya pasif menjadi  aktif. Ketujuh, Relatif  lebih  efisien. Misalnya bagi mereka yang  tinggal  jauh dari perguruan  tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau Web based learning juga  tidak  terlepas  dari  berbagai  kekurangan. Berbagai  kritik  (Bullen,  2001, Beam, 1997), antara  lain. Pertama, Kurangnya  interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi  ini  bisa  memperlambat  terbentuknya
values  dalam  proses  belajar  dan  mengajar.  Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek social dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal.  Keenam,  Tidak  semua  tempat  tersedia  fasilitas  internet. Ketujuh,  Kurangnya  tenaga yang  mengetahui  dan  memiliki  ketrampilan  internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.

6.    Rujukan
Antonius  Aditya  Hartanto  dan  Onno  W.  Purbo. 2002. E-Learning  berbasis  PHP  dan MySQL. Penerbit Elex Media Komputindo: Jakarta
Herman, Asep. 2005. Mengenal E-Learning. http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id (Online): Yogyakarta
Luqman. 2010. Web Based Learning. http://luqman.myhaley.com (Online): diakses tanggal 14 November 2011

No comments:

Post a Comment